Saturday, April 27, 2019

Ringkasan Materi Tokoh dalam Pembebasan Irian Barat

Kumpulan tugas sekolah pada kesempatan ini akan berbagi sebuah ringkasan materi mengenai "tokoh – tokoh dalam pembebasan Irian Barat". Disini akan dibagikan sedikit ilustrasi berbagai tokoh yang terlibat dan juga gambar tokoh pembebasan Irian Barat, silahkan dipelajari.


Pada masa pembebasan Irian Barat ada beberapa tokoh yang berperan penting dalam proses pembebasan tersebut. Ada banyak pihak yang turut berpartisipasi baik itu melalui jalan diplomasi maupun non diplomasi. Berikut ringkasan materi mengenai tokoh dalam pembebasan Irian Barat tersebut.

1) Yos Soedarso
Laksamana Madya Yosaphat Soedarso (lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 24 November 1925 – meninggal di Laut Aru, 15 Januari 1962 pada umur 36 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia gugur di atas KRI Macan Tutul dalam peristiwa pertempuran Laut Aru setelah ditembak oleh kapal patroli Hr. Ms. Eversten milik armada Belanda pada masa kampanye Trikora. 

2) Zaenal Abidin Syah
Zainal Abidin Syah adalah Gubernur Irian Jaya pertama yang menjabat pada tahun 1956-1961. Saat panasnya hubungan antara Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat, ia diangkat menjadi Gubernur Irian Jaya yang berkedudukan di Soasiu, Tidore.

3) Herlina Kasim
Herlina atau Herlina Kasim merupakan srikandi pejuang sukarelawati Trikora dan mendapat julukan “Pending Emas”. Julukan pending emas ini tidak lain karena Herlina mendapat penghargaan Pending Emas sebesar ½ kilogram (500 gram) pada tanggal 19 Februari 1963 yang didasarkan oleh Surat Keputusan Presiden/Panglima Tertingi Angkatan Perang Republik Indonesia/Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat No. 10/PLM.BS- Tahun 1963.

Penghargaan yang cukup menarik ini diberikan kepada Herlina karena keberaniandan kegigihan sebagai perempuan sukarelawati pertama yang berani terjun di belantara Irian Barat semasa Operasi Trikora.

4) Soebandrio
Soebandrio (lahir di Kepanjen, Jawa Timur, 15 September 1914 – meninggal di Jakarta, 3 Juli 2004 pada umur 89 tahun) adalah politikus Indonesia yang sangat berpengaruh pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Lulusan Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta (GHS) ini pernah menjadi Duta Besar Republik Indonesia di London, Britania Raya, pada tahun 1950-1954 dan Moskwa, Uni Soviet, pada tahun 1954-1956.

5) Ali Sastroamidjojo
Ali Sastroamidjojo, SH (EYD: Ali Sastroamijoyo) (lahir di Grabag, Magelang, 21 Mei 1903 – meninggal di Jakarta, 13 Maret 1976 pada umur 72 tahun) adalah tokoh politik, pemerintahan, dan nasionalis.

Ia mendapatkan gelar Meester in de Rechten (sarjana hukum) dari Universitas Leiden, Belanda pada tahun 1927. Ia juga adalah Perdana Menteri Indonesia ke-8 yang sempat dua kali menjabat pada periode 1953-1955 (Kabinet Ali Sastroamidjojo I) dan 1956-1957 (Kabinet Ali Sastroamidjojo II).

Selain itu, Ali juga sempat menjabat sebagai Wakil Menteri Penerangan pada Kabinet Presidensial I, Menteri Pengajaran pada Kabinet Amir Sjarifuddin I, Amir Sjarifuddin II, serta Hatta I, dan Wakil Ketua MPRS pada Kabinet Kerja III, Kerja IV, Dwikora I, dan Dwikora II.

6) Anak Agung Gde Agung
Putra sulung dari Dr.Ida Anak Agung Gde Agung, seorang Menteri Dalam Negeri dan Menteri Luar Negeri pada masa pemerintahan Presiden pertama RI Ir.Soekarno.

Karyanya yang bernama “Tri Hita Karana” yang dia jelaskan dalam disertasinya ini dinilai oleh para professor Universitas Leiden, Belanda, bersifat menyeluruh dan dapat diterapkan di berbagai kebudayaan di dunia yang mengalami erosi. Penelitian yang dia kembangkan dapat mengidentifikasi dengan pasti masalah dan bagaimana solusinya.

7) Kabinet Burhanudin Harahap
Burhanuddin Harahap (ejaan lama: Boerhanoeddin Harahap) (lahir di Medan, Sumatera Utara 1917 - Jakarta, 14 Juni 1987) adalah Perdana Menteri Indonesia ke-9 yang bersama Kabinet Burhanuddin Harahap memerintah antara 12 Agustus 1955 sampai 24 Maret 1956.

Pada masa jabatannya menjadi Perdana Menteri tahun 1955 dilaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia yang pertama kali sejak masa kemerdekaan. Pemilu ini juga merupakan satu-satunya Pemilu yang pernah dilaksanakan pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno.

Burhanuddin menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dia bergabung dengan Partai Masyumi pada tahun 1946 dan kemudian diangkat menjadi Ketua Fraksi Masyumi di DPRS RI. Ia meninggal di RS Jantung Harapan Kita dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir, Jakarta.

8) Kapten Wiratmo
Kapten Wiratno adalah Kapten kapal RI Matjan Tutul dalam pembebasan Irian Barat. Wiratno terlibat dalam Pertempuran Laut Aru yang merupakan pertempuran yang terjadi di Laut Aru, Maluku, pada tanggal 15 Januari 1962 antara Indonesia dan Belanda.

Insiden ini terjadi sewaktu dua kapal jenis destroyer, pesawat jenis Neptune dan Frely milik Belanda menyerang RI Matjan Tutul (650), RI Matjan Kumbang (653) dan RI Harimau (654) milik Indonesia yang sedang berpatroli pada posisi 04,49° LS dan 135,02° BT.

9) Jendral Suharto
Jend. Besar TNI Purn. Haji Muhammad Soeharto, (ER, EYD: Suharto) (lahir di Dusun Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul, Yogyakarta, 8 Juni 1921 – meninggal di Jakarta, 27 Januari 2008 pada umur 86 tahun) adalah Presiden Indonesia yang kedua (1967-1998), menggantikan Soekarno.

Di dunia internasional, terutama di Dunia Barat, Soeharto sering dirujuk dengan sebutan populer "The Smiling General" (bahasa Indonesia: "Sang Jenderal yang Tersenyum") karena raut mukanya yang selalu tersenyum di muka pers dalam setiap acara resmi kenegaraan. Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai panglima. .... Komodor Tertinggi Pembebasan Irian Barat.

10) Adam Malik
Adam Malik Batubara (lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984 pada umur 67 tahun) adalah mantan Menteri Indonesia pada beberapa Departemen, antara lain ia pernah menjabat menjadi Menteri Luar Negeri.

Ia juga pernah menjadi Wakil Presiden Indonesia yang ketiga. Adam Malik ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 6 November 1998 berdasarkan Keppres Nomor 107/TK/1998.

Adam Malik berperan penting dalam pembebasan Irian Barat, selain itu dia merupakan pimpinan delegasi Indonesia.

11) Dr. Van Royen
Dr. Jan Herman van Roijen (lahir di Istanbul, Kesultanan Utsmaniyah, 10 April 1905 – meninggal di Wassenaar, Belanda, 16 Maret 1991 pada umur 85 tahun) adalah politikus dan diplomat Belanda. Dalam Kabinet Schermerhorn/Drees, Van Roijen menjabat sebagai MenDaGri.

Dalam Perang Dunia II, ia memainkan peran penting dalam perjuangan politik Belanda. Ia mengikuti jejak ayahnya sebagai diplomat dan kemudian pejabat tinggi di Kementerian Luar Negeri. Sebagai menteri, ia awalnya digantikan oleh Eelco Nicolaas van Kleffens dan 4 bulan kemudian menggantikannya.

Setelah menjadi menteri, ia menjadi duta besar Belanda untuk Kanada, Amerika Serikat, dan Britania Raya. Pada tahun 1949, ia memimpin delegasi Belanda dalam Perjanjian Roem-Roijen yang akan membuka langkah mengakhiri konflik Indonesia-Belanda. Sebagai diplomat, pada tahun 1962 ia turut serta pula dalam menyelesaikan masalah Papua bagian barat.

12) Jend. Said Uddin Khan
Selanjutnya untuk menjamin keamanan di Irian Barat maka dibentuk suatu pasukan keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dari Pakistan.

Pekerjaan UNTEA di bawah pimpinan Jalal Abdoh dari Iran juga berjalan lancar sehingga tepat pada tanggal 1 Mei 1963 roda pemerintahan RI sudah berjalan. Sebagai Gubernur Irian Barat pertama maka diangkatlah E. J. Bonay, seorang putera asli Irian Barat. 

Di samping nama-nama Soeharto, Sudarso dan lain-lain yang berjasa dalam pembebasan Irian Barat juga tercatat dalam sejarah nama-nama seperti Kolonel Sudomo, Kolonel Udara Leo Watimena, dan Mayor L. B. Moerdani.

Pantas pula untuk dikenang adalah, sukarelawati yang gigih berjuang dalam pembebasan Irian Barat yakni Herlina. Ia memenangkan hadiah Pending Emas karena ikut sertanya dalam pembebasan Irian Barat secara heroik. Pengalamannya dibukukan dalam karya tulis yang berjudul Pending Emas.

13) Dr. Fernando Ortis Sanz
Duta Besar Pemerintah Amerika Serikat untuk Indonesia, pada bulan Juni 1969 kepada anggota Tim PBB, Dr. Fernando Ortiz Sanz, secara rahasia mengakui: “ 95% orang-orang Papua mendukung gerakan kemerdekaan Papua.†(Sumber Dok: Jack W.Lydman’s Report, Juli 18, 1969, in AA).

Sedangkan, Dr. Fernando Ortiz Sanz, perwakilan PBB untuk mengawasi pelaksanaan PEPERA 1969 melaporkan: “Penjelasan orang-orang Indonesia atas pemberontakan Rakyat Papua sangat tidak dipercaya.

Sesuai dengan laporan resmi, alasan pokok pemberontakan rakyat Papua yang dilaporkan administrasi lokal sangat memalukan. Karena tanpa ragu-ragu, penduduk Irian Barat dengan pasti memegang teguh berkeinginan merdeka†(Laporan Resmi Hasil PEPERA 1969

14) AH Nasution
Jenderal Besar TNI Purn. Abdul Haris Nasution (lahir di Kotanopan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918 – meninggal di Jakarta, 6 September 2000 pada umur 81 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean.

Pada bulan Desember 1960, Jendral A. H. Nasution pergi ke Moskwa, Uni Soviet, dan akhirnya berhasil mengadakan perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai 2,5 miliar dollar Amerika dengan persyaratan pembayaran jangka panjang. Setelah pembelian ini, TNI mengklaim bahwa Indonesia memiliki angkatan udara terkuat di belahan bumi selatan.

Amerika Serikat tidak mendukung penyerahan Papua bagian barat ke Indonesia karena Bureau of European Affairs di Washington, DC menganggap hal ini akan "menggantikan penjajahan oleh kulit putih dengan penjajahan oleh kulit coklat".

Tapi pada bulan April 1961, Robert Komer dan McGeorge Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi kesan bahwa penyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal. Walaupun ragu, presiden John F. Kennedy akhirnya mendukung hal ini karena iklim Perang Dingin saat itu dan kekhawatiran bahwa Indonesia akan meminta pertolongan pihak komunis Soviet bila tidak mendapat dukungan AS.

15) Kabinet Natsir
Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat Akan tetapi, belum sampai program tersebut terlaksana, kabinet ini sudah jatuh pada 21 Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam rangka pembebtukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.

16) Kabinet Sukirman
Memasukkan Irian Barat ke dalam wilayah RI secapatnya Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke Barat atau pro-Amerika Serikat. 

Pada saat itu, kabinet Sukiman telah menendatangani persetujuan bantuan ekonomi, teknologi, dan persenjataan dengan Amerika Serikat. Dan persetujuan ini ditafsirkan sebagai masuknya Indonesia ke Blok Barat sehingga bertentangan dengan program kabinet tentang politik luar negeri bebas aktif

17) Ir Sukarno
Dr.(HC) Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966. Ia memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.

Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Soekarno adalah yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya

Operasi TRIKORA di cetuskan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 19 Desember 1961 bertempat di alun-alun Utara yogyakarta. Trikora merupakan sebuah operasi yang bertujuan untuk mengembalikan wilayah Papua bagian barat ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Trikora muncul karna adanya kekecewaan dari pihak indonesia yang selalu gagal dalam perundingan dengan Belanda untuk mengembalikan irian barat yang secara sepihak diklaim sebagai salah satu provinsi kerajaan Belanda.

18) Sultan Hasanudin
Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe.

Setelah menaiki Tahta sebagai Sultan, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Kabupaten Gowa.

Pada tanggal 4 s.d. 8 Januari 1962 di Lapangan Karebosi Makassar diadakan rapat raksasa dalam rangka pembebasan Irian Barat. Dalam rapat itu hadir Presiden Soekarno, Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal A.H. Nasution dan Panglima Daerah Militer XIV/Hasanuddin. Pada kesempatan itu Presiden Soekarno mengatakan "Rebut Irian Barat sebelum Ayam Berkokok".

19) Jen. Sarwo Edhi Wibowo
Sarwo Edhie Wibowo (lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 25 Juli 1925 – meninggal di Jakarta, 9 November 1989 pada umur 64 tahun) adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia adalah ayah dari Kristiani Herrawati, ibu negara Republik Indonesia dan istri Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.

Ia juga ayah dari mantan KSAD, Pramono Edhie Wibowo. Ia memiliki peran yang sangat besar dalam penumpasan Pemberontakan Gerakan 30 September PKI dalam posisinya sebagai panglima RPKAD (atau disebut Kopassus pada saat ini). Selain itu ia pernah menjabat juga sebagai Ketua BP-7 Pusat, Duta besar Indonesia untuk Korea Selatan serta menjadi Gubernur AKABRI.

Sarwo Edhie dipindahkan ke Irian Barat untuk menjadi Panglima Kodam XVII/Cendrawasih. Ia memimpin di sana hingga terselenggaranya "Penentuan Pendapat Rakyat", di mana Indonesia menganeksasi wilayah tanpa memegang referendum penuh, Sarwo Edhie memainkan peran utama dalam menghancurkan resistensi Papua

20) Johanes Abraham Dimara
Mayor TNI Johannes Abraham Dimara (lahir di Korem, Biak Utara, Papua, 16 April 1916 – meninggal di Jakarta, 20 Oktober 2000 pada umur 84 tahun) adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Papua.

Pada tahun 1950, ia diangkat menjadi Ketua OPI (Organisasi Pembebasan Irian Barat). Ia pun menjadi anggota TNI dan melakukan infiltrasi pada tahun 1954 yang menyebabkan ia ditangkap oleh tentara Kerajaan Belanda dan dibuang ke Digul, hingga akhhinya dibebaskan tahun 1960.

21) Ellsworth Bunker
Ellsworth Bunker (1 Mei 1894 - 27 September 1984[1]) adalah seorang diplomat Amerika Serikat. Ia berpendidikan sebagai pengacara, dan bekerja pertama kali di sektor swasta sebelum menjadi akademisi. Ia lalu pindah ke pemerintahan selama kekuasaan Eisenhower.

Pada tahun 1956, ia ditunjuk menjadi duta besar untuk India dan Nepal[2] di mana ia berperan penting dalam persekutuan tersembunyi antara kedua kekuatan tersebut terhadap Cina. Ia digantikan oleh John Kenneth Galbraith pada tahun 1961.

Ia juga berperan besar dalam usaha Indonesia membebaskan Irian Barat, karena ia yang membuat Belanda mau berunding dengan Indonesia.

Ringkasan Materi Tokoh dalam Pembebasan Irian Barat Rating: 4.5 Diposkan Oleh: siti